Senin, 11 Januari 2010

Mario Teguh Golden Ways 15 November 2009

: Salah Berhasrat
Berhasrat yang baik adalah berhasrat bagi derajat terbaik. Derajat terbaik ini adalah dengan menjadi sebaik-baiknya manusia. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Berikut resume lengkap yang bisa dicatat:

Hasrat yang akan dibahas disini akan difokuskan pada hasrat yang baik, karena hasrat tidak boleh dipakai untuk menggantikan kata nafsu. hasrat dengan nafsu akan sangat berbeda sekali, karena hasrat adalah keinginan yang memajukan.

Hanya ada tiga hasrat yang memajukan, yang dijadikan standar dalam pengejaran kita:

- Hasrat bagi Kedudukan

- Hasrat bagi Pangkat

- Hasrat bagi Derajat

Dalam pengejaran yang ada di masyarakat, mulai dari pemilu caleg sampai pemilu presiden semuanya bermuara pada ketiga hasrat ini.

Kedudukan bukan hanya menjadi seorang kepala desa, gubernur dsb. Kedudukan itu termasuk permintaan seorang pria kepada seorang wanita untuk menjadi suami atau meminta untuk diangkat anak, juga disebut sebagai kedudukan.

Kedudukan ini betul2 seperti kosong dari syarat. Karena kalau saya sangat berwenang, saya bisa mendudukan siapapun disuatu tempat. Meskipun diprotes banyak orang, tetapi orang itu akan duduk ditempat itu meskipun kosong dari kesesuaian.

Pangkat agak berbeda dari kedudukan, karena mensyaratkan mencapai kualitas dalam sebuah kelompok. Seperti untuk mencapai pangkat Jendral tidaklah sembarangan, ada kualitas2 yang harus dibuktikannya didalam suatu kelompok untuk mencapai tingkat tersebut.

Kesemua ini akan menjadi hasrat kita untuk mencapai kedudukan seperti menjadi seorang menteri atau seorang Presiden. Atau hasrat tinggi seperti ingin menjadi seorang Jendral.

Tahap ketiga adalah derajat. Derajat itu adalah tingkat manusia dihadapan Tuhan. Kalau dua point sebelumnya, kedudukan dan pangkat adalah tingkat manusia dihadapan manusia, sementara derajat adalah yang membedakan kita.

Sehingga sebuah kedudukan akan menjadi utuh apabila diduduki oleh seorang yang berpangkat tinggi dan yang berderajat tinggi.

Orang-orang yang mau tahu komponen pembentuk diri yang mudah berderajat tinggi, harus memperhatikan:

Pertama, memiliki didalam dirinya kebenaran. Sesuatu yang ketepatannya disampaikan langsung oleh Tuhan dan tidak ada diskusi mengenai interpretasinya, disemua umat, disemua budaya, disemua bangsa akan sama.

Kedua, yang terkadang dilupakan orang adalah penampilan. Orang bilang itu palsu, tetapi apapun yang bisa palsu, bisa juga asli. Penampilan itu mewakili 90-93% dari kesan yang dibangun kepada orang lain, sementara yang dikatakan hanya mewakili 7-10% saja. Orang akan dibedakan dari penampilannya.

Ketiga, dari Pikirannya. Dipertajam, diperluas,diperdalam, dibersihkan

Keempat, dari Hatinya. Dilunak-kan, dilembutkan dengan kasih sayang.

Kelima, Pembuktian dari semua ini adalah tindakan. Tidak ada kepalsuan apabila sudah mencapai tahap tindakan. Karena banyak orang bicaranya kurang, tetapi tindakannya keras sekali, mengenai kesetiaannya kepda yang benar, kesetiaannya menampilakan yang baik, berpikir baik dan merasa baik.

Berhasrat yang baik adalah berhasrat bagi derajat terbaik. Derajat terbaik ini adalah dengan menjadi sebaik-baiknya manusia. Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Jadi kalau mau berlomba, bukan berlomba memperebutkan kedudukan, karena sudah banyak terbukti, kedudukan yang diisi oleh orang yang tidak berderajat, akan mudah diturunkan. Bukan diturunkan dari kedudukannya, tetapi diturunkan derajatnya, sehingga orang kecil disekitar kita bisa menasihati orang yang berkedudukan tinggi, kalau yang berkedudukannya tinggi tidak memelihara derajatnya. Dan derajat yang terbaik adalah derajat yang menjadikan kita bermanfaat bagi orang lain.

Jadi semua pengembangan diri dan hasrat kita harus menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang2 terdekat. Mudah2an tumbuh kepada sejauh2 orang, bahkan kepada yang tidak mengenal kita.

Setiap orang mempunyai kebutuhan yang berbeda keinginannya. Kebutuhan untuk makan itu sama, tetapi pilihan menunya itu keinginan.

Setiap orang ingin mencapai kedudukan yang tinggi dalam hidup, tetapi lupa kedudukan itu bukan kedudukan derajat. Dia hanya kedudukan sebagaimana didikan selama ini kepada kita.

Bahwa menjadi gubernur itu tinggi, menjadi walikota itu tinggi, tetapi kita lupa didikan kepada anak2 untuk menjadi orang jujur, menjadi orang amanah, menjadi orang bersih. Hal ini lebih tinggi dari semua kedudukan yang ada di negara ini.

Biasanya orang yang merasa pasangannya tidak cocok, dia tidak melihat dirinya bahwa dia juga tidak cocok bagi pasangannya. Karena ketidak cocokan tidak bisa hanya satu pihak saja, tetapi dua2nya. Tanggung jawab pertama yang merasa pasangannya tidak cocok adalah menjadi sebaik-baiknya suami, atau sebaik-baiknya istri sebelum berani mengomentari orang lain.

Untuk mengelola hasrat agar tetap posistif, pertama kali ingatlah bahwa kita harus jadi orang baik. Dan formula dari baik adalah benar + santun.

Orang benar yang tidak santun, membuat orang membenci kebenaran, karena cara menyampaikannya merendahkan orang lain. Orang santun yang tidak benar itu akan menyebalkan, seperti semua penipu, sangat santun tetapi tidak benar. Jadi jangan lupa, kita harus jadi orang baik, dan dua langkahlnya, yaitu setia kepada yang benar dan penuh hormat kepada orang lain.

Lingkungan akan mempengaruhi kita sejauh ijin kita kepada lingkungan untuk mempengaruhi kita. Pribadi yang lemah mengijinkan lingkungan mewarnainya, sementara pribadi yang kuat mempengaruhi lingkungan berubah warna. Dia tidak menunggu pemimpin menjadi baik, tetapi dia membaikkan diri, karena tugas pemimpin itu membaikkan.

Cara mengubah nafsu menjadi hasrat yang baik adalah dengan mengembangkan cara2 untuk selalu menjadi pribadi yang menarik. Terutama laki2 itu adalah mahluk yang pembosan dan membenci yang rutin. Jadi kalau seorang suami melihat istrinya memakai bajunya itu2 saja, dengan penampilan seadanya, mana mungkin suami tertarik. Jadi istri harus mengupayakan penampilan dengan cara baru dengan penampilan sebaik mungkin. Ingatlah jangan buat orang lain bosan.

Menjadi orang yang sangat ambisius itu harus. Yang tidak disukai orang adalah ambisi anda menjadikan mereka terancam. Kalau ambisi anda menjadikan orang besar yang mempengaruhkan kebaikan, anda akan didukung semua orang yang hidupnya perlu diperbaiki.

Jadi berambisilah, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Maka berambisilah untuk menjadi orang pandai, jadi orang berpengaruh, jadi orang kuat, jadi orang yang setia kepada yang benar, dan tegas memajukan kebaikan dan mencegah terjadinya keburukan.

Anda akan dicintai kalau keegoisan anda adalah untuk membahagiakan orang lain. “Perhatikan aku, yang aku lakukan ini baik untukmu. Dengarkan aku, ini penting bagimu. Lihatlah aku karena ini bermanfaat untukmu”. Jadilah orang yang egonya adalah untuk mengangkat orang lain.

Pengertian adalah ilmunya kehidupan. Orang yang mengerti, hidupnya akan baik. Orang yang berlaku tidak baik karena dia tidak mengerti. Apapun pendidikannya, kalau dia tidak baik, berarti dia belum mengerti.

Karena perilaku adalah wajah dari ilmu. Orang yang berilmu baik, perilakunya baik. Jadi hasrat yang baik itu berasal dari pengertian yang baik. Bahwa dia bertugas untuk memajukan kebaikan dan mencegah terjadinya keburukan. Lalu dia menghadap ke Tuhan, “terimakasih Tuhan atas penggunaan yang Engkau berikan atasku”.

Bagi anda yang selama ini menunda berlaku berani karena takut salah, anjurannya, bertindaklah yang berani sampai anda salah. Karena cara untuk mengetahui anda benar, adalah anda melakukan dan terbukti salah. Orang hebat adalah orang yang mencoba kemudian salah, dan terus mencoba lagi sampai dia benar. Orang yang cepat salah dia akan cepat benar.

Hasrat yang indah sekali adalah ikhlas dalam kebaikan. Jadi kalau dia ditipu, dia berkata, “yang dilakukannya untuk menipuku tidak akan memiskinkanku, karena rizkiku dipelihara Tuhan. Tapi mudah-mudahan yang ditipunya dariku baik baginya”. Coba banyangkan ini, padahal kalau kita ditipu akan mendo’akan supaya dia kewalat.

Kalau terjadi fitnah kepada kita, maka terimalah. Karena pemuliaan juga dari Tuhan, dan direndahkannya kita oleh orang lain, juga diijinkan Tuhan terjadi. Tetapi derajat kita dalam pemeliharaan Tuhan.

Orang-orang yang ikhlas dalam kebaikan, tidak akan bersahabat dengan orang2 yang berburuk perangai, sehingga tidak akan berhutang keburukan. Kalau bergaul dengan orang baik, kita berhutang budi. Karena kita harus membayar, maka kita harus berbudi baik.

Itu sebabanya kita diajarkan untuk bergaul dengan orang2 baik. Lalu perhatikan orang2 yang bergaul dengan orang buruk, lalu berhutang keburukan, dia akan ditunjukan keburukannya saat dia berada dikedudukan2 yang paling paling kelihatan.

Agar kita yang baik2 ini mensyukuri pergaulan baik, sehingga kalau kita harus berhutang, akan berhutang kebaikan, karena membayarnya menjadikan kita orang baik.

Terkadang kita terbiasa melakukan sesuatu dengan kredit. Seperti kalau mengejar pangkat dan kedudukan, pangkat dan kedudukannya belum dicapai, tetapi sudah sombong dulu. Jadi, orang yang belum mencapai kedudukan dan pangkat, tetapi sudah berlaku sombong, akan mempersulit pencapaian hasratnya, karena orang akan membatalkannya.

Itu sebabnya jangan dahulu disampaikan kepada orang lain anda ingin jadi apa, kecuali orang itu siap membantu. Kalau tidak, anda sedang menyiapkan banyak orang, untuk mengganggu rencana2 anda.

Khalil Gibran pernah berkata “Sakit hatimu itu adalah robeknya kulit atau cangkang, yang membungkus pengertian”. Sehingga kalau kita berbuat salah, maka Tuhan akan membuatnya sakit, dan kalau kita salah lagi, maka akan dibuat sakit lagi, dan begitu seterusnya. Tuhan akan terus bersabar, jadi kalau kita berbuat salah terus, Tuhan akan tetap layani, tetapi masalahnya umur kita sangat terbatas.

Sehingga setelah sakit hati, jangan lakukan yang sama, termasuk kesalahan orang lain. Situasi adalah komponen pembentuk sejarah. Yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir ini adalah pelajaran supaya kita menjadi pemimpin, bagi sejarah Indonesia dimana nanti kita memimpin. Supaya kita tidak lagi mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh orang2 sebelum kita.

Membalas suatu keburukan itu diperbolehkan, tetapi kita harus bijak. Cek dulu, kalau kita membalas, apakah dia bisa membalas lebih keras atau tidak?.

Kita itu diijinkan membalas, tetapi akan lebih baik bagi kita kalau kita bisa memaafkan. Kalau orang berbuat salah kepada kita, kemudian kita balas dengan perlakuan yang sama, kita itu hanya bisa menurunkan orang.

Tetapi kalau kita memaafkan, dan tetap menyayanginya, Tuhan yang membalasnya. Tetapi prilaku Tuhan dalam membalas itu dengan mengangkat orang. Tuhan itu memuliakan orang supaya dia jadi lebih baik. Kalu kita justru merendahkan.

Jadi sebetulnya kalau kita memaafkan, berarti kita dalam tanda petik telah megijinkan Tuhan memperbaiki orang. Jadi orang memaafkan itu baik sekali, karena membatalkan haknya untuk membalas, dan memberikan kesempatan kepada Tuhan untuk memperbaiki orang ini.

Kita dalam semua keraguan dan penderitaan kita, atau keluhan kita dimalam-malam yang kurang tidur itu, adalah pertanyaan kita kepada Tuhan mengapa aku belum disejahterakan seperti mereka, mengapa aku belum ditinggikan pangkatku seperti mereka, dan belum diperbaiki kedudukanku seperti mereka. Tetapi kita jarang sekali lapor ke Tuhan “Tuhan, aku bulan ini masih belum banyak berguna bagi lebih banyak jiwa, untuk lebih banyak kebaikan”.

Sebetulnya orang jarang sekali minta pendapat, orang itu pada dasarnya minta disetujui. Itu sebabnya jika anda menyetujui orang yang minta pendapat dia akan cepat damai.

Mudah2an pembicaraan kita mengenai hasrat, meletakan kesadaran kita mengenai hak kita untuk menjadikan pribadi yang kedudukannya setinggi mungkin, supaya bisa mengharuskan kebaikan, dan mencegah terjadinya keburukan.

Berpangkat tinggi supaya kita tahu kelas dan upaya kita dilingkungan kita. Dan kita membangun derajat yang tinggi, supaya kita diletakan dijenjang-jenjang yang tinggi dihadapan Tuhan.

Kalau Tuhan saja sudah menghormati kita, mahluk apa lagi di muka bumi ini yang tidak akan tunduk dan mendengarkan kita dengan penuh kasih sayang?.

Jadi kalau begitu, bagaimana kalau kita menghasratkan diri bagi peningkatan derajat, melalui perbaikan isi pikiran, perbaikan isi hati, dan perbaikan kualitas tindakan kita.

Marilah kita menjadi pribadi yang hidup ikhlas dalam kebaikan. Lalu perhatikan apa yang terjadi.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More